Jumat, 11 Juli 2008

Pertanian organis vs Pertanian organik

Masyarakat umumnya lebih mengenal Pertanian organik sebagai pertanian ramah lingkungan yang diakui sebagai pertanian yang tidak mengkonsumsi pupuk pabrikan dan obat kimia. Pemahaman ini diperkuat lagi melalui dengung Program Go-Organic 2010 oleh Departemen Pertanian yang mendefinisikan pertanian organis adalah usaha tani non kimia dan non pestisida.
Dibuka dengan kalimat manis, ‘sebuah bentuk kemandirian petani’: Pada zaman Orde Baru, petani terpaksa merelakan tanaman organisnya dibabat aparat, mereka harus menanam tanaman dan cara yang ditentukan oleh pemerintah, bibit dan cara tanam ditentukan oleh pemerintah, seragam. Pada era Reformasi, petani bisa menentukan sendiri jenis dan bibit usaha taninya.

Maksud baik pemerintah melakukan standardisasi dan sertifikasi bertujuan agar konsumen tidak tertipu, bahwa produk-produk pertanian dimaksud betul-betul dari hasil usaha organis, yakni alamiah, tidak pakai pupuk buatan pabrik, tidak pakai insektisida pabrik.

Dalam hal yang sama, Pastor Agatho Elsener OFM Cap. seorang perintis pertanian organis di Tugu Selatan, dan melalui Yayasan Bina Sarana Bakti telah menghasilkan alumni ratusan lulusan yang kemudian menjadi petani organis di berbagai daerah. Berpendapat bahwa yang benar organis, bukan organik.

Kita coba membedakan dua makna kata ini, pertanian organik dimaksud terbatas pada sebagai pertanian ramah lingkungan yang diakui sebagai pertanian yang tidak mengkonsumsi pupuk pabrikan dan obat kimia, pertanian organis dipahami lebih luas, yakni menggambarkan satu unit/kesatuan yang terdiri atas bagian-bagian yang semua teratur, terarah pada kepentingan bersama, yaitu harmoni.

Melanjutkan pendapat pastor Agatho. Pertanian organis tidak hanya non-kimia dan non-pestisida, bukan pula soal sertifikat. Pertanian organis menyangkut sikap dan pandangan hidup. Organisme alam terdiri atas binatang, tumbuhan, hutan dan biotop lainnya. Semua bisa hidup karena dukungan semua organnya, dan setiap organ bertujuan hanya satu, yakni melayani organisasinya. Kalau organ melayani dengan baik, organisme makin sehat. Konsep organis dengan analogi tubuh manusia itu dalam usaha tani organis dikembangkan lewat kesatuan antara unsur-unsur kehidupan, iklim, binatang, dan tumbuhan. Pertanian organis menyangkut sikap dan pandangan hidup sehingga pertanian organis adalah keniscayaan bagi kelestarian alam.

Pertanian organis menjadi berbiaya murah ketika peternakan dan pertanian berjalan bersama sebagai satu kesatuan usaha. Ada peternakan yang menghasilkan kotoran untuk pupuk, sisa hasil sayuran bisa jadi bahan makanan untuk ternak/binatang.

Sementara intensifikasi pertanian sebagai pengembangan dari slogan Revolusi Hijau dalam praktik adalah memperlakukan alam dengan kerakusan besar, mengakibatkan usaha tani rentan terhadap hama dan pergantian iklim.

Dari sisi kebijakan niat baik pemerintah melindungi konsumen mengenai standardisasi dan sertifikasi produk pertanian organik, ketika salah satu acuannya adalah harus melalui tes analisa tanah dari lahan yang akan digunakan untuk bertani, bahwa lahan tersebut bersih dari dampak pupuk pabrikan dan obat kimia, padahal menilik lahan pertanian di negeri ini yang telah terperan-serta dalam Revolusi Hijau pada umumnya tidak bersih dari dampak pupuk pabrikan dan obat kimia.

Entah berapa puluh tahun waktu yang harus ditempuh untuk mengembalikan lahan pertanian tersebut agar bersih dari dampak pupuk pabrikan dan obat kimia. Atau membuka lahan perawan.

Petani berlahan luas, bermodal besar, berakses mudah, kita sebut saja pengusaha agribisnis. Bagi mereka, tidak ada keberatan dan tidak beralasan untuk tidak bisa memenuhi salah satu acuan standardisasi dan sertifikasi tersebut.

Di sisi lain petani yang justru menjadi ujung tombak untuk mewujudkan kedaulatan pangan (bukan ketahanan pangan) di negeri ini, adalah sosok yang lugu dan setia kepada alam usaha taninya, dengan keterbatasan lahan yang lugu pula dan setia pula pada alam usaha taninya, demikian juga keterbatasan fulus yang lugu dan hanya setia tehadap usaha taninya. Dipengaruhi dominasi pola pikir yang condong pada kesetiaannya tersebut, menjadi mengarah pada kepasrahan dalam bersikap, kurang memiliki geliat untuk mengembangkan sikap.

Dibutuhkan kejelian pemerintah, tidak hanya melindungi konsumen, tapi juga mengeluarkan kebijakan yang melindungi produsen lemah yang nota bene adalah pahlawan-pahlawan kedaulatan pangan dimasa datang, yang kepentingannya untuk mengantisipasi munculnya petani-petani berdasi memanfaatkan kondisi lemah ini dengan mengkondisikan dirinya seolah pembela, padahal justru mempertahankan keadaan produsen lemah ini agar tetap lemah.

Kebijakan pemerintah menelurkan sejuta PPL/PPS, adakah sudah dibekali dengan pengetahuan praktis pertanian organik maupun pertanian organis.

Adalah menjadi tidak bijaksana ketika pemerintah hanya bertahan pada pemahaman pertanian organik, tanpa menghargai pemahaman lain yang lebih luas tentang pertanian organis.

Mengutip Y Wartaya Winangun SJ, pimpinan Kursus Pertanian Taman Tani, (Salatiga, 2005). Membangun karakter petani yang sukses butuh tiga M, Mulai dari diri sendiri, Mulai dari yang kecil, Mulai dari saat ini. Keberhasilan yang besar diawali dari keberhasilan yang kecil-kecil.

Menurut Sudaryanto, seorang sarjana pertanian yang menjadi tangan kanan Pastor Agatho. Membangun pertanian, khususnya bagi petani, harus dimulai dari yang kecil. Untuk menjadi petani yang sukses, harus dimulai saat ini, yakni menjalankan pertanian berwawasan lingkungan dan pertanian organis dalam praktik.

Tidak ada komentar: